Malam yang sunyi, nggak ada suara jangkrik dan terkurung dalam panas kamar dan sunyi. Pikiran ku menerawang kembali kemasa lalu. Esok hari 4 tahun yang lalu adalah pengumuman kelulusan peserta UN tingkat SMA. Deg-degan sudah pasti. Bohong kali kalau aku bilang aku nggak merasa cemas. Walaupun UN terasa gampang. Maaf ya, bukannya sombong, tapi ada beberapa alasan yang membuat aku berani mengatakan ini. Hahaha. Inilah puncak dari segala kegelisahan. Istilah dulu ya, kegelisan ini diambil dari kata gelisah. Kalau sekarang mah lagi galau bahasa gaulnya.Ya galau. Galau yang hampir berumur satu tahun itu sejak aku naik ke kelas XII, besoknya akan dituntaskan.
Wah hari itu benar-benar galau tingkat dewa. Sayang pada masa itu belum ada facebook yang ada cuma friendster. Kalau nggak mungkin aku udah menyampah diberanda orang bikin status tiap detik. Maklumlah yang namanya lagi galau. Bimbel pun jadi nggak konsen.Pulang ke rumah dari Padang, seakan nggak mau kalah ikut memperparah suasana. Bus yang ditumpangi untuk pulang nggak mau ngasih kursi tetap, malah di kasih kursi serap. Penuh alasannya. Benar-benar klise. Sudah pasti nggak bisa nyandar nih dan lebih parah lagi ngak bisa tidur. Mungkin sang supir ingin membuat galau ku lebih sempurna hari itu kali ya. Jadilah perjalanan Padang-Padang Tarok duduk dikursi tanpa nyandar dan lebih menyedihkannya lagi, nggak stabil. Jika mobil mutar ke kir, maka kursi ku pun ikut ke bergeser ke kiri. Begitu sebaliknya. Dan setiap aku mendengar dengkuran penumpang lain yang tertidur, maka disaat itu pula aku merasa terhina. Seakan setiap dengkuran mereka itu mengejekku yang nggak bisa tidur karena kursi yang nggak stabil ini dan juga yang lagi galau ini.
Seandainya ada teman bicara pastilah lebih asyik , paling nggak bisa lah buat nemenin ngoblrol nyampai ditujuan. Ah sayangnya nggak ada pula. Dan tiba-tiba saja suara orang yang lagi ngobrol dibelakang terdengar menyebalkan. Yah hari itu galau terbukti berbanding lurus dengan rasa sensi. Mungkin lebih parah dari wanita yang sedang datang bulan. Sekali lagi ya mungkin. Karena aku sendiripun belum pernah mencobanya. Dan nggak usah terlalu dipikirkan kali. Hehe. Perjalanan hari itu benar-benar melelahkan dan menggalaukan. Untungnya aku nyampai juga dirumah dengan selamat. Syukurlah.
Dirumah pun galau nya nggak hilang. Susah sekali untuk tidur. Aku lupa entah berapa ratus domba yang telah aku hitung. Mungkin malah ribuan. yah sayangnya aku lupa. Paginya, puncak dari segala kegalauan. Aku di SMS temanku yang sudah disekolah duluan. Dan memberitahu namaku nggak ada di daftar kelulusan. Inilah yang kalau diparagraf narasi yang namanya konflik mencapai klimaks. Galau ku meletus. Tanpa berlama-lama lagi, aku langsung menuju ke sekolah. 30 menit di angkot nyaris serasa 2 jam. Teori relatifitas waktu terjadi disini. Galau pun bisa menyebabkan waktu menjadi relatif. Akhirnya nyampai di sekolah aku langsung menuju warnet sekolah. Dengan tergesa-gesa memasukkan nomor UN dan melihat hasilnya. Dan ternyata lulus (buat pembaca yang berharap konflik diperpanjang, sayang sekali nggak ada. haha). Alhamdulillah Dan teman-temanku yang melihat aku tergesa-gesa dari tadi tampak tertawa puas. Mungkin kalau salah satu diantara teman-temanku ini ada Tukul Arwana, sudah pasti aku mendengar teriakan terkenal nan menyebalkan "puas puas puas" dari tadi. Syukurlah tidak ada. Anehnya, jika biasanya aku marah kena kerjain kali ini nggak. Semuanya berjalan damai. Ibarat aku berada di lapanganyang dipenuhi oleh semerbak wangi bunga lavender. Hmmm damai. Benar-benar beda dari yang semalam Yah seperti yang diatas. Galau hilang sensi pun hilang.
Dan selanjutnya seperti generasi-generasi sebelumnya. Walaupun dibawah ancaman. Perayaan
kelulusan nggak afdal tanpa coret-coretan baju. Dan itulah yang terjadi.
Komentar
Posting Komentar